Dalam kegiatan belajar
mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan
pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan
belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran
tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk
mencapianya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik,
tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi
pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran
tidk tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik
tidak merasakan perubahan didalam dirinya. Padahal belajar pada hakikatnya
adalah “perubahan” yang terjadi didalam diri seseorang setelah berakhirnya
melakukan aktifitas belajar. Walaupun pada kenyataanya tidak semua perubahan
termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila dan
sebagainya.
Peranan guru sebagai
pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam
belajar ada anak didik yang cepat, sedang dan lamban mencerna bahan yang
diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru
mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik.
Akhirnya, bila hakikat
belajar adalah “perubahan”, maka hakikat belajar mengajar proses “pengaturan”
yang dilakukan oleh guru.
Ciri-ciri Belajar Mengajar
Menurut Edi Suardi ciri-ciri
belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1.
Belajar
mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam perkembangan
tertentu.
2.
Ada suatu prosedur (jalanya interaksi)
yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.
Kegiatan
belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
4.
Ditandai
dengan aktifitas anak didik.
5.
Dalam
kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing.
6.
Membutuhkan
disiplin.
7.
Ada batas waktu.
8.
Evaluasi.
Komponen-komponen Belajar Mengajar
1.
Tujuan
Tujuan adalah suatu
cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaansuatu kegiatan. Tidak ada suatu
kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang
tidak memiliki kepastian dalam menentukan kea rah mana kegiatan itu akan
dibawa.
2. Bahan
Pelajaran
Bahan
Pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar.
Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu,
guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan
disampaikannya pada anak didik. Ada
dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan
pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap.
Bahan
pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang
dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya. Sedangkan bahan pelajaran
pelengkap adalah
3. Kegiatan
Belajar Mengajar
Kegiatan
belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pe didikan. Segala sesuatu yang
diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan
belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar
akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Dalam
kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi
dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak didiklah
yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan
fasilitator.
4.
Metode
Metode adalah suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.. Dalam kegiatan
belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunannya bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Oleh
karena itu, pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak
selamanyamenguntungkan bila guru mengabaikan factor-faktor yang mempengaruhi
penggunaannya. Prof. Dr. Winarno Surakhman, M.Sc.Ed., mengemukakan lima macam faktor yang
mempengaruhi penggunaan metode belajar sebagi berikut:
1.
Tujuan
yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya
2.
Anak
didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya
3.
Situasi
yang berbagai-bagai keadaannya
4.
Fasilitas
yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya
5.
Pribadi
guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
5. Alat
Alat
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan
pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan
pengajaran, alat mempunyai fungsi yaitu alat sebgai perlengkapan, alat sebagai
pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan (Dr. Ahmad
D. Marimba,1989:51).
Sebagai
alat bantu dalam pendidikan dan pengajaran, alat material mempunyai sifat
sebagai berikut:
a.
Kemampuan
untuk meningkatkan persepsi
b.
Kemampuan
untuk meningkatkan pengertian
c.
Kemampuan
untuk meningkatkan transfer belajar
d.
Kemampuan
untuk meningkatkan penguatan (reinforcement) atau pengetahuan hasil yang
dicapai
e.
Kemampuan
untuk meningkatkan retensi (ingatan)
6. Sumber
Pelajaran
Sumber-sumber
dan belajar adalah sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat
dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang (Drs. Udin
Sarripudin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata, 1991:165). Dengan
demikian, sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu
pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya
belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan).
Ny.
Dr.Roestiyah, N.K. (1989:53) mengatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:
a.
Manusia
b.
Buku/perpustakaan
c.
Mass
media
d.
Dalam
lingkungan
e.
Alat
pengajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur,,
spidol dan lain-lain).
f.
Museum
7. Evaluasi
Istilah
evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials
of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown dikatakan
bahwa Evaluation refers to the act or process to determining the value of
something. Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat
diatas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N Sumartana, (1983:1) evaluasi pendidikan
dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentuksn nilsi
sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala yang sesuatu yang ada
hubungannya dengan dunia pendidikan.
Tujuan
evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak menegasakan bahwa:
a.
Tujuan umum dari evaluasi adalah:
1.
Mengumpulkan
data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang
diharapkan.
2.
Memungkinkan
pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat.
3.
Menilai
metode mengajar yang dipergunakan.
b.
Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1.
Merangsang
kegiatan siswa.
2.
Menemukan
sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
3.
Memberikan
bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
4.
Memperoleh
bahan laporan tetntang perkembangan siswa yang diperlukan orangtua dan lwmbaga
pendidikan.
5.
Untuk
memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar. (Abu Ahmadi dan
Widodo Supriono,1991:189).
Ketika
evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi mempunyai
fungsi sebagai berikut:
a.
Untuk
memberikan umpan balik (fedd back) kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi
murid.
b.
Untuk
memberikan angka yang tepat tentang kemajuan/hasil belajar bagi setiap murid.
Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemampuan belajar murid
kepada orang tua penentuan kenaikkan kelas serta penentuan lulus tidaknya
seorang murid.
c.
Untuk
menentukan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan
tingkat kemampuannya (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid.
d.
Untuk
mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) murid yang mengalami
kesulitan-kesulitan dalam belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar
dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul. (Abu Ahmadi dan Widodo
Surpriono, 1991:189).
A. Strategi Ekspositori
Dalam system ini guru menyajikan dalam
bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingga
anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja tertib dan teratur. Secara
garis besar prosedur ini adalah:
1.
Preparasi
Guru
mempersiapkan (preparasi) bahan selangkapnya secara sistematis dan rapi.
2.
Apersepsi
Guru
bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik
kepada materi yang diajarkan.
3. Presentasi
Guru
menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyuruh anak didik
membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau ditulis guru
sendiri.
4. Resitasi
Guru
bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau anak
didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi) tentang
pokok-pokok masalah yang telah dipelajari secara lisan maupun tulisan.
C. Strategi
Inquiry
a. Konsep
Dasar SPI
Strategi
Pembelajaran Inquiry (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang
menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawabannya dari suatu masalah yang ditanyakan.
Ada beberapa hal yang
menjadi utama strategi pembelajaran inquiry:
1.
Menekankan
kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya
strategi inquiry menempatkan siswa sebagai objek belajar.
2.
Jika
bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk atau konsep yang sudah
jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.
3.
Jika
proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
4.
Jika
guru akan mengajar pada sekelompok siswa rata-rata memilki kemauan dan
kemampuan berpikir, atrategi ini akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa
yang kurang memiliki kemampuan untuk berpikir.
5.
Jika
jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh
guru.
6.
Jika
guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada
siswa.
b. Prinsip-prinsip
Penggunaan SPI
SPI
merupakan strategi yang menekankan kepada pembangunan intelektual anak.
Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor,
yaitu maturation, physical experience, social experience, dan equilibration.
1.
Berorientasi
pada Pengembanagan Intelektual
Tujuan
utama dari strategi ini adalah pengembanagan kemampuan berpikir.
2. Prinsip
Interaksi
Proses
pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa
maupun dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.
3. Prinsip
Bertanya
Peran
guru yang harus dilakukan dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penanya.
Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah
merupakan sebagian dari proses berpikir.
4. Prinsip
Belajar untuk Berpikir
Belajar
bukan, hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses
berpikir (learning how to think).
5. Prinsip
Keterbukaan
Belajar
adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja
terjadi. Oleh karena itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai
dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.
c. Langkah
Pelaksanaan SPI
Secra
umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat mengikuti langkah-langkah
sebagaia berikut:
1.
Orientasi
2.
Merumuskan
masalah
3.
Mengajukan
hipotesis
4.
Mengumpulkan
data
5.
Menguji
hipotesis
6.
Merumuskan
kesimpulan
d. Strategi
Pembelajaran Inkuiry Sosial
Pada
awalnya strategi pembelajaran inquiry banyak diterapkan dalam ilmu-ilmu alam
(natural science).
Menurut
Bruce Joyce, inquiry sosial merupakan strategi pembelajaran dari kelompok
sosial (social family) subkelompok konsep masyarakat (concept of society).
e. Kesulitan-kesulitan
Implementasi SPI
Pertama,
SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir yang
bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu proses belajar dan
hasil belajar. Selama ini guru yang sudah terbiasa dengan pola pembelajaran
sebagai proses menyampaikan informasi yang lebih menekankan kepada hasil
belajar, banyak yang merasa keberatan untuk mengubah pola mengajarnya.
K edua, sejak lama tertanam dalam budaya belajar
siswa bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari guru
dengan demikian, bagi mereka guru adalah sumber belajar yang utama. Karena
budaya belajar semacam ini sudah terbentuk dan menjadi kebiasaan, maka akan
sulit mengubah pola mengajarnya mereka dengan menjadikan belajar sebagai proses
berpikir.
Ketiga,
berhubungan dengan system pendidikan kita yang dianggap tidak konsisten.
Misalnya, system pendidikan menganjurkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya
menggunakan pola pembelajran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir
melalui pendekatan Student Active Learning atau yang sering kita kenal dengan
CBSA, atau melalui anjuran penggunaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK),
namun dilain pihak sIstem evaluasi yang masih digunakan misalnya system Ujian
Akhir Nasional (UAN) berorientasi pada pengembangan aspek kognitif.
f. Keunggulan
dan Kelemahan SPI
Keunggulan
SPI
merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan karena, strategi ini
memiliki beberapa keunggulan yakni:
1.
SPI
merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang sehingga, pembelajaran
melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2.
SPI
dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
3.
SPI
merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar
modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman.
4.
Keuntungan
lain adalah strategi ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan
diatas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak
akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Kelemahan
Disamping
memilki keunggulan, SPI juga mempunyai kelemahan yakni sebagai berikut:
1.
Jika
SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol
kegiatan dan keberhasilan siswa.
2.
Strategi
ini sulit dalam merencanakan pembelajaran Karen, terbentur dengan kebiasaan
siswa dalam belajar.
3.
Kadang-kadang
dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga, sering
guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukam.
4.
Selama
kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi
pelajaran maka, SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
D. Contextual
Teaching Learning
Contextual
teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari (lihat US Department of Education Office
of Vocational and Adult Education and the National School to Work Office dalam
http:/www.contextual.org/19/10/2001).
Untuk
memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran kontexstual, SOR (Center Fol
Occupational Research) di Amerika menjabarkannya menjadi lima konsep bawahan
yang disingkat REACT, yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating,
dan Transfering.
b Relating adalah bentuk belajar dalam konteks
kehidupan nyata atau pengalaman nyata.
b Experiencing adalah belajar dalam konteks
ekplorasi, penemuan, dan penciptaan.
b Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan
hasil belajar ke dalam penggunaan dan kebutuhan praktis.
b Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi
informasi dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi.
b Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk
memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman
berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar
yang baru.
Karakteristik pembelajaran kontekstual
1.
Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik
2.
Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3.
Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada
siswa (learning by doing).
4.
Pemebelajran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling
mngoreksi antar teman (learning in a group).
5.
Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,
bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning
to know each other deeply).
6.
Pemebelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan
mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).
7.
Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning
ask an enjoy activity).
Komponen
pembelajaran kontekstual
1.
Constructivism (kontruktivisme, membangun, membentuk)
2.
Questioning (bertanya)
3.
Inquiry (menyelidiki, menemukan)
4.
Learning community (masyarakat belajar)
5.
Modeling (pemodelan)
6.
Reflection (refleksi atau umpan balik)
7.
Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)
Apabila
ketujuh komponen ini diterapkan dalam pembelajaran, terlihat pada realitas
berikut:
1.
Kegiatan yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih
bermakna apabila siswa bekerja sendiri
2.
Kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintauan siswa lewat bertanya
tentang topik atau permasalahan yang akan dipelajari.
3.
Kegiatan belajar yang bias mengondisikan siswa untuk mengamati.
4.
Kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar bersama atau
kelompok sehingga ia bisa berdiskusi.
5.
Kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai rujukan
atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh.
6.
Kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik dalam bentuk
tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya.
7.
Kegiatan belajar yang bisa diamati secra periodik perkembangan kompetensi
siswa melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.
Prinsip
Dasar setiap komponen Utama CPL
1.
Konstruktivisme
Prinsip
dasar konstruktivisme yang dalam praktik pembelajaran harus dipegang guru
adalah sebagai berikut
-
Proses
pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran
-
Informasi
bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi
verbalistis
-
Siswa
mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya
sendiri dalam belajar.
-
Siswa
diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar
-
Pengetahuan
siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri
-
Pemahaman
siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan
pengalaman baru.
-
Pengalaman
siswa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru dibangun dari
struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur
pengetahuan yang sudah ada di modifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya
pengalaman baru).
2.
Bertanya (Questioning)
Prinsip-prisnsip
yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya
adalah sebagai berikut
-
Penggalian
informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya
-
Konfirmasi
terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya jawab
-
Dalam
rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat
diskusi (baik kelompok maupun kelas).
-
Bagi
guru, bertanya pada sisawa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan
berpikir siswa.
-
Dalam
pembelajaran yang produktif.
3. Menemukan
(inquiry)
Prinsip-prinsip
yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut
-
Pengetahuan
dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.
-
Informasi
yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau
data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
-
Siklus
inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan
penyimpulan.
4. Masyarakat
belajar (learning community)
Prinsip-prinsip
yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaranyang berkonsentrasi
pada komponen learning community.
-
Pada
dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak
lain.
-
Sharing
terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
-
Sharing
terjadi apabila ada komunikasi dua atau multi arah.
-
Masyarakat
belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar
bahwa pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi
yang lain.
-
Yang
trelibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.
5. Pemodelan
(modeling)
Prinsip-prinsip
komponen modeling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakn pembelajaran
adalah sebagi berikut
-
Pengetahuan
dan ketrampilan diperoleh dengan mantap, apabila ada model atau contoh yang
bisa ditiru.
-
Model
atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
-
Model
atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau
model penampilan.
6. Refleksi
(reflection)
Prinsip-prinsip
dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi
adalah sebagai berikut
-
Perenungan
atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas
pengetahuan sebelumnya.
-
Perenungan
merupakan respons atau keajaiban, aktivitas atau pengetahuan yang baru
diperolehnya.
-
Perenungan
bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat
catatan singkat, diskusi dengan sejawat, atau untuk kerja.
7. Penilaian
autentik (authentic assessment)
Prinsip
dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian
autantik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut
-
Penilaian
autentik buka menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman
belajar siswa.
-
Penilaian
dilakukan secara kompherensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
-
Guru
menjadi penilai yang konstruktif.
-
Penilaian
autantik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri
dan penilaian sesama.
Bertolak dari
prinsip-prinsip dasar pada setiap komponen pada pendekatan CTL tersebut,
kata-kata kunci yang dapat dipakai sebagai pengingat guru ketika melaksanakan
pembelajaran berbasis CTL adalah sebagai berikut.
1.
Belajar
pada hakikatnya adalah belajar dari kenyataan yang bisa di amati, dipraktikkan,
dirasakan, dan di uji coba.
2.
Belajar
adalah mengutamakan pengalaman nyata
3.
Belajar
adalah berpikir tingkat tinggi
4.
Kegiatan
pembelajaran berpusat pada siswa
5.
Kegiatan
pembelajaran memberikan kesempatan siswa untuk aktif, kritis dan kreatif
6.
Menghasilkan
pengetahuan yang bermakna dalam kehidupan siswa
7.
Harus
dekat dengan kehidupan nyata
8.
Harus
bisa menunjukkan perubahan perilaku siswa
9.
Diarahkan
pada siswa praktik,bukan menghafal
10. Menciptakan siswa belajar, bukan guru
belajar
Senada
dengan hal tersebut, University
of Washington (2001)
mendeskripsikan enam unsur penting yang harus diperhatikan dalam pendekatan
kontekstual, yaitu sebagai berikut.
1.
Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi, dan penghargaan siswa.
2.
Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana dan apa yang dipelajari diterapkan
dalam tatanan-tatanan lain dan berfungsi pada masa sekarang dan akan dating.
3.
Berpikit tingkat tinggi: siswa dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif.
4.
Kurikulum
yang dikembangkan berdsarkan standar: materi atau isi pembelajaran berhubungan
dengan suatu rentang dan beragam standar lokal.
5.
Responsive terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati nilai, keyakinan dan
kebiasaan siswa.
6.
Penialaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penulaian yang secara valid
mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang di aharapakan siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar