Jumat, 13 Januari 2012

HAKEKAT BELAJAR MENGAJAR


Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapianya. Keaktifan anak didik disini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidk tercapai. Ini sama halnya anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan didalam dirinya. Padahal belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi didalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas belajar. Walaupun pada kenyataanya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya, perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya.
Peranan guru sebagai pembimbing bertolak dari cukup banyaknya anak didik yang bermasalah. Dalam belajar ada anak didik yang cepat, sedang dan lamban mencerna bahan yang diberikan oleh guru. Ketiga tipe belajar anak didik ini menghendaki agar guru mengatur strategi pengajarannya yang sesuai dengan gaya-gaya belajar anak didik.
Akhirnya, bila hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakikat belajar mengajar proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru.

Ciri-ciri Belajar Mengajar
Menurut Edi Suardi ciri-ciri belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1.        Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam perkembangan tertentu.
2.        Ada suatu prosedur (jalanya interaksi) yang direncanakan, didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.        Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
4.        Ditandai dengan aktifitas anak didik.
5.        Dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sebagai pembimbing.
6.        Membutuhkan disiplin.
7.        Ada batas waktu.
8.        Evaluasi.

Komponen-komponen Belajar Mengajar
1.        Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaansuatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan kea rah mana kegiatan itu akan dibawa.
2.     Bahan Pelajaran
        Bahan Pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan pelajaran ini, yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap.
        Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang dipegang oleh guru sesuai dengan profesinya. Sedangkan bahan pelajaran pelengkap adalah

3.     Kegiatan Belajar Mengajar
        Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pe didikan. Segala sesuatu yang diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran, kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
        Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi itu anak didiklah yang lebih aktif, bukan guru. Guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator.
4.        Metode
        Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Oleh karena itu, pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanyamenguntungkan bila guru mengabaikan factor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Prof. Dr. Winarno Surakhman, M.Sc.Ed., mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode belajar sebagi berikut:
1.        Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya
2.        Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya
3.        Situasi yang berbagai-bagai keadaannya
4.        Fasilitas yang berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya
5.        Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.

5.     Alat
        Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi yaitu alat sebgai perlengkapan, alat sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan (Dr. Ahmad D. Marimba,1989:51).
        Sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pengajaran, alat material mempunyai sifat sebagai berikut:
a.         Kemampuan untuk meningkatkan persepsi
b.        Kemampuan untuk meningkatkan pengertian
c.         Kemampuan untuk meningkatkan transfer belajar
d.        Kemampuan untuk meningkatkan penguatan (reinforcement) atau pengetahuan hasil yang dicapai
e.         Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan)

6.     Sumber Pelajaran
        Sumber-sumber dan belajar adalah sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang (Drs. Udin Sarripudin Winataputra, M.A. dan Drs. Rustana Ardiwinata, 1991:165). Dengan demikian, sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si pelajar. Sebab pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan hal-hal baru (perubahan).
        Ny. Dr.Roestiyah, N.K. (1989:53) mengatakan bahwa sumber-sumber belajar itu adalah:
a.         Manusia
b.        Buku/perpustakaan
c.         Mass media
d.        Dalam lingkungan
e.         Alat pengajaran (buku pelajaran, peta, gambar, kaset, tape, papan tulis, kapur,, spidol dan lain-lain).
f.         Museum
7.     Evaluasi
        Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu evaluation. Dalam buku Essentials of Educational Evaluation karangan Edwin Wand dan Gerald W. Brown dikatakan bahwa Evaluation refers to the act or process to determining the value of something. Jadi, menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Sesuai dengan pendapat diatas, maka menurut Wayan Nurkancana dan P.P.N Sumartana, (1983:1) evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai tindakan atau suatu proses untuk menentuksn nilsi sebagai sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala yang sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
        Tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. L. Pasaribu dan Simanjuntak menegasakan bahwa:
a.        Tujuan umum dari evaluasi adalah:
1.        Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2.        Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat.
3.        Menilai metode mengajar yang dipergunakan.

b.        Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1.        Merangsang kegiatan siswa.
2.        Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan.
3.        Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
4.        Memperoleh bahan laporan tetntang perkembangan siswa yang diperlukan orangtua dan lwmbaga pendidikan.
5.        Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar. (Abu Ahmadi dan Widodo Supriono,1991:189).

        Ketika evaluasi dapat memberikan manfaat bagi guru dan siswa, maka evaluasi mempunyai fungsi sebagai berikut:
a.         Untuk memberikan umpan balik (fedd back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar, serta mengadakan perbaikan program bagi murid.
b.        Untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan/hasil belajar bagi setiap murid. Antara lain digunakan dalam rangka pemberian laporan kemampuan belajar murid kepada orang tua penentuan kenaikkan kelas serta penentuan lulus tidaknya seorang murid.
c.         Untuk menentukan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuannya (dan karakteristik lainnya) yang dimiliki oleh murid.
d.        Untuk mengenal latar belakang (psikologis, fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar, nantinya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam pemecahan kesulitan-kesulitan belajar yang timbul. (Abu Ahmadi dan Widodo Surpriono, 1991:189).

A.       Strategi Ekspositori
        Dalam system ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik, dan lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja tertib dan teratur. Secara garis besar prosedur ini adalah:
1.        Preparasi
        Guru mempersiapkan (preparasi) bahan selangkapnya secara sistematis dan rapi.
2.        Apersepsi
        Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik kepada materi yang diajarkan.
3.     Presentasi
        Guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyuruh anak didik membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau ditulis guru sendiri.
4.     Resitasi
        Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi) tentang pokok-pokok masalah yang telah dipelajari secara lisan maupun tulisan.


C.    Strategi Inquiry
a.     Konsep Dasar SPI
        Strategi Pembelajaran Inquiry (SPI) adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawabannya dari suatu masalah yang ditanyakan.
        Ada beberapa hal yang menjadi utama strategi pembelajaran inquiry:
1.        Menekankan kepada aktifitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inquiry menempatkan siswa sebagai objek belajar.
2.        Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.
3.        Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.
4.        Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa rata-rata memilki kemauan dan kemampuan berpikir, atrategi ini akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk berpikir.
5.        Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.
6.        Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.
b.     Prinsip-prinsip Penggunaan SPI
        SPI merupakan strategi yang menekankan kepada pembangunan intelektual anak. Perkembangan mental (intelektual) itu menurut Piaget dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu maturation, physical experience, social experience, dan equilibration.
1.        Berorientasi pada Pengembanagan Intelektual
Tujuan utama dari strategi ini adalah pengembanagan kemampuan berpikir.
2.     Prinsip Interaksi
        Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan.
3.     Prinsip Bertanya
        Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan SPI adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
4.     Prinsip Belajar untuk Berpikir
        Belajar bukan, hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think).
5.     Prinsip Keterbukaan
        Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.
c.      Langkah Pelaksanaan  SPI
        Secra umum proses pembelajaran dengan menggunakan SPI dapat mengikuti langkah-langkah sebagaia berikut:
1.        Orientasi
2.        Merumuskan masalah
3.        Mengajukan hipotesis
4.        Mengumpulkan data
5.        Menguji hipotesis
6.        Merumuskan kesimpulan

d.     Strategi Pembelajaran Inkuiry Sosial
        Pada awalnya strategi pembelajaran inquiry banyak diterapkan dalam ilmu-ilmu alam (natural science).
        Menurut Bruce Joyce, inquiry sosial merupakan strategi pembelajaran dari kelompok sosial (social family) subkelompok konsep masyarakat (concept of society).

e.      Kesulitan-kesulitan Implementasi SPI
        Pertama, SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses berpikir yang bersandarkan kepada dua sayap yang sama pentingnya, yaitu proses belajar dan hasil belajar. Selama ini guru yang sudah terbiasa dengan pola pembelajaran sebagai proses menyampaikan informasi yang lebih menekankan kepada hasil belajar, banyak yang merasa keberatan untuk mengubah pola mengajarnya.
        K edua, sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa bahwa belajar pada dasarnya adalah menerima materi pelajaran dari guru dengan demikian, bagi mereka guru adalah sumber belajar yang utama. Karena budaya belajar semacam ini sudah terbentuk dan menjadi kebiasaan, maka akan sulit mengubah pola mengajarnya mereka dengan menjadikan belajar sebagai proses berpikir.
        Ketiga, berhubungan dengan system pendidikan kita yang dianggap tidak konsisten. Misalnya, system pendidikan menganjurkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya menggunakan pola pembelajran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir melalui pendekatan Student Active Learning atau yang sering kita kenal dengan CBSA, atau melalui anjuran penggunaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), namun dilain pihak sIstem evaluasi yang masih digunakan misalnya system Ujian Akhir Nasional (UAN) berorientasi pada pengembangan aspek kognitif.

f.      Keunggulan dan Kelemahan SPI
Keunggulan
        SPI merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan karena, strategi ini memiliki beberapa keunggulan yakni:
1.        SPI merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang sehingga, pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
2.        SPI dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
3.        SPI merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4.        Keuntungan lain adalah strategi ini dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Kelemahan
        Disamping memilki keunggulan, SPI juga mempunyai kelemahan yakni sebagai berikut:
1.        Jika SPI digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2.        Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran Karen, terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
3.        Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga, sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukam.
4.        Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran maka, SPI akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

D.    Contextual Teaching Learning
        Contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (lihat US Department of Education Office of Vocational and Adult Education and the National School to Work Office dalam http:/www.contextual.org/19/10/2001).
        Untuk memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran kontexstual, SOR (Center Fol Occupational Research) di Amerika menjabarkannya menjadi lima konsep bawahan yang disingkat REACT, yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering.
b  Relating adalah bentuk belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata.
b  Experiencing adalah belajar dalam konteks ekplorasi, penemuan, dan penciptaan.
b  Applying adalah belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar ke dalam penggunaan dan kebutuhan praktis.
b  Cooperating adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling merespon, dan saling berkomunikasi.
b  Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan  pengetahuan dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang baru.

Karakteristik pembelajaran kontekstual
1.        Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik
2.        Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
3.        Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).
4.        Pemebelajran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mngoreksi antar teman (learning in a group).
5.        Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).
6.        Pemebelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).
7.        Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning ask an enjoy activity).
Komponen pembelajaran kontekstual
1.        Constructivism (kontruktivisme, membangun, membentuk)
2.        Questioning (bertanya)
3.        Inquiry (menyelidiki, menemukan)
4.        Learning community (masyarakat belajar)
5.        Modeling (pemodelan)
6.        Reflection (refleksi atau umpan balik)
7.        Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)

        Apabila ketujuh komponen ini diterapkan dalam pembelajaran, terlihat pada realitas berikut:
1.        Kegiatan yang mengembangkan pemikiran bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa bekerja sendiri
2.        Kegiatan belajar yang mendorong sikap keingintauan siswa lewat bertanya tentang topik atau permasalahan yang akan dipelajari.
3.        Kegiatan belajar yang bias mengondisikan siswa untuk mengamati.
4.        Kegiatan belajar yang bisa menciptakan suasana belajar bersama atau kelompok sehingga ia bisa berdiskusi.
5.        Kegiatan belajar yang bisa menunjukkan model yang bisa dipakai rujukan atau panutan siswa dalam bentuk penampilan tokoh.
6.        Kegiatan belajar yang memberikan refleksi atau umpan balik dalam bentuk tanya jawab dengan siswa tentang kesulitan yang dihadapi dan pemecahannya.
7.        Kegiatan belajar yang bisa diamati secra periodik perkembangan kompetensi siswa melalui kegiatan-kegiatan nyata ketika pembelajaran berlangsung.

Prinsip Dasar setiap komponen Utama CPL
1.        Konstruktivisme
        Prinsip dasar konstruktivisme yang dalam praktik pembelajaran harus dipegang guru adalah sebagai berikut
-           Proses pembelajaran lebih utama daripada hasil pembelajaran
-           Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis
-           Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri dalam belajar.
-           Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar
-           Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri
-           Pemahaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru.
-           Pengalaman siswa dibangun secara asimilasi (yaitu pengetahuan baru dibangun dari struktur pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada di modifikasi untuk menampung/menyesuaikan hadirnya pengalaman baru).

2.        Bertanya (Questioning)
        Prinsip-prisnsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya adalah sebagai berikut
-           Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya
-           Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui lebih efektif melalui tanya jawab
-           Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi (baik kelompok maupun kelas).
-           Bagi guru, bertanya pada sisawa bisa mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
-           Dalam pembelajaran yang produktif.

3.     Menemukan (inquiry)
        Prinsip-prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut
-           Pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.
-           Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa.
-           Siklus inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan.



4.     Masyarakat belajar (learning community)
        Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaranyang berkonsentrasi pada komponen learning community.
-           Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain.
-           Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.
-           Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multi arah.
-           Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.
-           Yang trelibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.

5.     Pemodelan (modeling)
        Prinsip-prinsip komponen modeling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakn pembelajaran adalah sebagi berikut
-           Pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan mantap, apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.
-           Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.
-           Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.

6.     Refleksi (reflection)
        Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut
-           Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
-           Perenungan merupakan respons atau keajaiban, aktivitas atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
-           Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan sejawat, atau untuk kerja.

7.     Penilaian autentik (authentic assessment)
        Prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autantik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut
-           Penilaian autentik buka menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar siswa.
-           Penilaian dilakukan secara kompherensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil.
-           Guru menjadi penilai yang konstruktif.
-           Penilaian autantik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri dan penilaian sesama.

Bertolak dari prinsip-prinsip dasar pada setiap komponen pada pendekatan CTL tersebut, kata-kata kunci yang dapat dipakai sebagai pengingat guru ketika melaksanakan pembelajaran berbasis CTL adalah sebagai berikut.
1.        Belajar pada hakikatnya adalah belajar dari kenyataan yang bisa di amati, dipraktikkan, dirasakan, dan di uji coba.
2.        Belajar adalah mengutamakan pengalaman nyata
3.        Belajar adalah berpikir tingkat tinggi
4.        Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa
5.        Kegiatan pembelajaran memberikan kesempatan siswa untuk aktif, kritis dan kreatif
6.        Menghasilkan pengetahuan yang bermakna dalam kehidupan siswa
7.        Harus dekat dengan kehidupan nyata
8.        Harus bisa menunjukkan perubahan perilaku siswa
9.        Diarahkan pada siswa praktik,bukan menghafal
10.     Menciptakan siswa belajar, bukan guru belajar

        Senada dengan hal tersebut, University of Washington (2001) mendeskripsikan enam unsur penting yang harus diperhatikan dalam pendekatan kontekstual, yaitu sebagai berikut.
1.        Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi, dan penghargaan siswa.
2.        Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana dan apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan berfungsi pada masa sekarang dan akan dating.
3.        Berpikit tingkat tinggi: siswa dilatih untuk berpikir kritis dan kreatif.
4.        Kurikulum yang dikembangkan berdsarkan standar: materi atau isi pembelajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal.
5.        Responsive terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati nilai, keyakinan dan kebiasaan siswa.
6.        Penialaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penulaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang di aharapakan siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar